Seorang sahabat mengirimkan saya sebuah buku bagus berjudul
Tales from the Land of the Sufis karangan Bayat, M. & Jamnia, M.A.(1994). Kisah yang saya sadur berikut ini bersumber dari buku keren itu. Semoga kebaikan penceritaan ulang ini dialirkan kepada sahabat saya itu. Here we go ...
“No one has ever
lost when he has put his trust in God”
(Abu Sa’id, a Sufi)
Petang hari.
Di kediaman seorang
sufi agung, Abu Sa’id.
Hasan, murid Abu Sa’id, dicekam
gundah. Ia terlilit hutang dan tak memiliki nyali untuk meminta pertolongan
sang guru. Padahal, ia tahu betul, sang guru sangatlah waskita dan dermawan.
“Hasan,
sesaat lagi akan datang seorang tamu. Temuilah dia, berkhidmatlah
padanya,” perintah Abu Sa’id, dalam suara
lembut, membuyarkan lamunan sang murid.
Sejurus kemudian, seorang wanita tua datang
bertamu. Setelah Hasan menyajikan baginya secangkir teh hangat, si wanita tua menyerahkan tas
kepada Hasan. “Ku mohon, berikanlah tas berisi
uang emas ini kepada guru Anda, Abu Sa’id. Beliau telah memberkati hidup saya
dengan doanya. Dan, pemberian ini adalah wujud terima kasih saya kepada beliau.
Selanjutnya, saya mohon pamit.”
Lalu, bergelayutlah, dalam pikiran Hasan, hubungan antara koin emas itu dengan
hutang yang melilitnya. Wanita
tua itu tampak bagai ‘kurir dari langit’ yang membawa solusi gembira
baginya. Ia lantas bergegas membawa tas tersebut kepada Abu Sa’id. Berlimpah senyum. Penuh harap.
Syahdan, Hasan harus membuang jauh harapan muluknya. Abu Sa’id ternyata miliki rencana lain.
Sang syeikh menyuruh Hasan pergi ke sebuah bangunan tua yang terletak di sudut pemakaman kota. Di sana Hasan harus menemui seorang lelaki tua yang sedang terlelap. Hasan akan membangunkan dan menyerahkan semua koin emas itu kepadanya. Hasan tak menolak. Baginya melaksanakan titah guru adalah
keberkahan.
Begitulah.
Hasan akhirnya menemukan lelaki tua yang
dimaksud, sedang lelap memeluk gitar lusuh di sudut makam yang gulita. Si lelaki tua
menangis tersedu ketika Hasan memberikan koin emas. Ia memohon agar Hasan dapat membawanya
menemui Abu
Sa’id.
Di
dalam perjalanan menuju kediaman Abu Sa’id, lelaki tua itu
bercerita
kepada Hasan, “Dulu saya seorang musisi. Ketika masih muda, saya terkenal dan punya banyak penggemar. Saya mendapat bayaran yang bagus dan
kerap diundang di banyak pesta dan acara. Seiring usia, popularitas saya
memudar. Sekarang, tak ada lagi yang mengundang saya bernyanyi.
Saya terdepak dari gemerlap dunia dan bahkan dari kehidupan keluarga
sendiri. Bangunan kumuh tadi adalah satu-satunya tempat yang bisa saya tinggali. Sehari-hari saya mengemis untuk
bertahan hidup.”
Ia
menarik nafas panjang.
Lalu,
“Sedari siang tadi, saya didera lelah, lapar, dan putus asa. Saya tidak tahu mesti mengadu
kepada siapa lagi kecuali kepada Allah. Dalam doa sendu, saya mengeluh kepada-Nya. Saya
katakana, tak ada lagi yang mau mendengar saya
bernyanyi. Lalu terlintas sebuah pikiran
aneh. Mengapa saya tidak coba bernyanyi untuk Tuhan dan meminta bayaran
dari-Nya? Saya lantas memetik
gitar, bernyanyi sebisa mungkin, dan menangis sepanjang petang hingga
akhirnya tertidur. Lalu, seperti mimpi yang menjelma nyata! Engkau datang, membangunkanku, dan memberiku tas berisi koin emas.”
Akhirnya
mereka tiba di kediaman sang guru. Begitu melihat Abu Sa’id, si lelaki tua bersimpuh. Dari
mulutnya tak henti terdengar ucapan
terima kasih. Ia lalu memohon
agar Abu Sa’id berkenan mendoakannya. Abu Sa’id memenuhi pinta
si lelaki tua dan memperlakukannya
dengan segala keramahan. Di puncak malam, lelaki tua itu
undur diri.
Tinggallah
Hasan dan gurunya, Abu Sa’id. Pikiran Hasan bergemuruh. Adakah ini waktu yang
tepat untuk meminta pertolongan sang guru? Pastilah gurunya itu memiliki uang,
atau paling tidak solusi yang menyenangkan?
Belum
sempat Hasan mengungkapkan gemuruh pikirannya. Sang guru memberinya tatapan
hangat. Dalam lembut suara berkata, “Belajarlah dari si pemusik tua itu.
Allah tidak akan pernah meninggalkan setiap jiwa yang meyakini keberadaan-Nya.
Allah yang telah mengirimkan koin emas itu
kepadanya, dan Allah pula yang akan
mengirimkannya untukmu. Belajarlah.”
...And no one has ever lost when he has put his trust in God...
Disadur
sekenanya oleh Dedi Irwansyah.