Credit:
STORYLINE dari cerita berikut ini saya dengar dari K.H. M. Saleh, Dosen STAIN Metro dan
Ketua MUI Kota Metro pada kultum Ramadhan 23 Agustus 2011 di Masjid Adzkiya.
Jika ada kebaikan dari penceritaan ulang ini, semoga kebaikannya dialirkan
kepada beliau.
***
Tengah malam. Hening.
Detak jarum jam terdengar di sela tangis-tangis lirih yang ditahan.
Di ruang tengah sebuah rumah besar, seorang lelaki tua terlihat terbaring menunggu ajal. Sesekali ia menyebut-nyebut nama-nama
keluarganya yang telah meninggal dunia. “Tenanglah Kanda, segalanya akan
baik-baik saja.” seorang wanita tua mencoba menenangkan si lelaki itu.
Jika dilihat lebih dekat. Ada empat wanita, dengan variasi umur, tengah
mengitari lelaki sekarat itu. Iya, lelaki kaya raya itu miliki empat istri.
Istri pertamanya, sebaya dengannya. Istri kedua, lima tahun lebih muda darinya.
Istri ketiga sepuluh tahun, dan istri keempat dua puluh tahun lebih muda dan
lebih cantik dari istri pertama dan kedua.
“Wahai istri-istriku. Rasa-rasanya waktuku tak lama lagi. Sesekali aku
seperti melihat bayang-bayang keluargaku yang telah wafat. Mungkin mereka
hendak menjemputku." ujar lelaki itu.
“Tidak Kanda. Kanda akan segera sembuh.” sergah istri pertama.
“Ah. Terima kasih, tapi lupakanlah! Aku hanya ingin tahu, jika aku
meninggal nanti, sampai mana kalian akan mengantarkanku?” tanya sang suami.
“Aku akan mengantarmu sampai gerbang rumah kita Kanda.” jawab istri
keempat.
“Aku lebih baik, karena akan mengantar kanda hingga ke pemakaman.” tukas
istri ketiga.
“Aku lebih baik dari mereka Kanda karena aku akan masuk ke liang lahat bersama
Kanda.” berkata istri kedua.
“Terima kasih. Lalu bagaimana denganmu wahai istri tertua?” tanya si
lelaki.
“Jangan khawatir Kanda. Adinda akan menyertai Kanda hingga ke
hadapan-Nya.” jawab istri pertama.
***
Begitulah.
Cerita-cerita
Sufi kerap bertabur metafora.
Istri keempat
adalah perlambang harta benda.
Istri ketiga adalah keluarga yang mengantar kita sampai pemakaman.
Istri kedua adalah raga yang selama hidup kita rawat yang meski menemani hingga liang lahat, akan murca seiring waktu.
Istri pertama adalah amal ibadah. Syahdan, di alam sana setiap kita akan miliki pendamping sesuai amal perbuatan. Jika amal baik, cantiklah pendamping kita itu. Dan jika buruk, yang terlihat adalah monster.
Dalam banyak kasus kehidupan di dunia, istri pertama cenderung kalah
menarik dibanding istri kedua, ketiga, dan keempat. Padahal, justru istri
pertama atau amal ibadah lah teman dan pasangan sejati itu.
Diceritakan kembali sekenanya oleh Dedi Irwansyah
No comments:
Post a Comment