Setiba di gubuknya yang reot, si
miskin, dalam sendu, menceritakan serangkaian kejadian yang baru dialaminya. Kepada
istrinya. Si istri menyimak dengan seksama dan terpukau pada bagian penangguhan
penahanan. Menggunakan analogi sederhana, si istri mengajak sang suami untuk
menghabiskan satu malam penangguhan itu dengan bersholawat kepada Rasulullah
saw.
Jika karena sholawat satu kali saja, Allah menganugerahkan
pencerahan berupa penangguhan sehari, lalu bagaimana dengan sholawat yang
dilantunkan ribuan kali sepanjang malam?
Sang suami sepakat. Keduanya
membersihkan raga dan lantai gubuk, mengenakan pakaian terbaik, dan mengoles wewangian seadanya. Mereka melapalkan
sholawat. Puji-puji terhadap sang Nabi ternyata mendatangkan ketenangan dan
membiaskan kerinduan. Hati keduanya bergetar karena kecintaan kepada Rasulullah.
Keduanya larut dalam alunan sholawat. Namun, menjelang tengah malam, Allah menidurkan pasutri miskin itu.
Adalah dalam lelap itu, Rasulullah berkenan hadir di ruang mimpi si lelaki
miskin itu. Kekuasaan dan misteri Allah swt yang membuatnya yakin bahwa yang
mendatanginya itu adalah Rasulullah. Ia girang bukan kepalang, sebelum akhirnya
menangis dan mengadukan perihal hutang
500 keping emas itu.
Rasulullah, manusia paling suci
itu, tersenyum lembut. Beliau menyuruh si lelaki miskin untuk segera menemui
sang raja agar terbayarkan hutangnya yang 500 keping emas itu. Sejurus, si miskin tampak ragu. Bagaimana
mungkin raja akan percaya bahwa yang memintanya menghadap adalah Rasulullah? Namun,
kegunadahannya lenyap setelah Rasulullah
membisikkan sesuatu di telinga kanannya.
Singkat cerita, si miskin
diterima dengan senang hati oleh sang raja. Ia dianugerahkan 3000 keping emas.
500 keping untuk membayar hutang, 2500 sebagai hadiah atas kabar baik yang
telah dibawa kepadanya.
Si miskin l bergegas menemui sang hakim. Syahdan, sang hakim rupanya telah menunggunya sejak fajar
menyingsing. Lelaki miskin itu kaget karena
sang hakim memeluknya penuh haru. “Saudaraku, perkenankan aku untuk membayar
hutangmu yang 500 keping emas itu.”
Belum habis rasa kaget si miskin,
tiba-tiba sang saudagar, orang yang dihutanginya, muncul dan tersenyum kepadanya. Penuh haru sang
saudagar berujar, “Saudaraku, izinkan aku untuk membebaskanmu dari kewajiban 500
keping emas itu. Aku sungguh berterima kasih kepadamu. Engkau telah menjadi
penyebab (wasilah) baik bagiku.
No comments:
Post a Comment